Pendukung Jokowi Katolik Fundamentalis? (Bagian 4 – selesai)

image

Bangkitnya Islam politik tentu saja dianggap sebagai ancaman. Sepanjang Pemilu Orde Baru, perolehan suara partai Islam dalam Pemilu 2014 adalah yang terbesar. Suara PKB, PAN, PKS, PPP dan PBB bila digabungkan mengungguli partai-partai yang lain. Tentu saja yang dianggap yang paling berbahaya adalah PKS. Sebelum Pemilu, PKS sudah dikesankan oleh berbagai lembaga survei [termasuk CSIS] tidak akan lolos ke Senayan. Senyatanya mereka masih memperoleh suara 7 persen—yang bisa jadi jumlah kursinya bisa menduduki peringkat ke empat di Senayan.

PKS dikenal dengan kader-kadernya dari kalangan kelas menengah. Kader-kader mereka selain militan juga tidak anti terhadap pendidikan Barat. Bayak kadernya yang kuliah di Amerika Serikat, Inggris dan Eropa. Walaupun berpikiran modern, mereka dikenal taat menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib maupun sunnah. Mereka juga dikenal melek teknologi, berbeda dengan dengan Taliban, misalnya.
Inilah yang menakutkan bagi tiga pendukung Jokowi di atas kalau sampai PKS menjadi partai yang berkuasa. Oleh sebab itu, oleh kalangan PSI, baik faksi Goenawan Mohamad maupun faksi Fajroel, PKS yang menjadi sasaran serangan. Silakan amati sendiri serangan-serangan mereka terhadap PKS di media sosial. Kadang kala serangan terhadap PKS juga dilancarkan lingkaran Kasebul di lingkaran PartaiSocmed. Gampang saja, kalau ada serangan kepada PKS, lihat saja latar belakangnya, pasti akan berkaitan dengan tiga komponen di atas: fundamentalis Katolik dan Kristen, serta PSI [ dan orang-orang Kiri yang diperalat tiga penyokong Jokowi tersebut]
Agar tak menyatu, partai yang berideologi Islam dibuat bimbang. Para pengamat sudah mulai bekerja dengan berbagai argumentasi bahwa poros partai-partai Islam sulit untuk diwujudkan. Terutama PKS yang akan dijadikan target kebimbangan ini.
Mereka tak begitu khawatir dengan PKB, misalnya. Sosok Muhaimin Iskandar sudah dikenal sebagai orang pragmatis. Gus Dur saja ia khianati, apalagi umat Islam.
PAN dan PPP juga hampir serupa. Sementara PBB suaranya tak signifikan. Tinggal PKS yang sulit dikendalikan. Apalagi sampai saat ini PKS tak mau membicarakan koalisi.
Kalau PKS nantinya akan mendukung Prabowo, maka akan diserang habis-habisan sebagai partai yang menyokong pelanggar HAM berat. Ini merupakan sasaran tembak yang empuk bagi kalangan PSI untuk menyerang PKS.
Semisal PKS mendukung Ical, maka akan dihantam sebagai partai yang mendukung partai warisan Orde Baru: Golkar. Sementara itu, bila PKS akan membentuk poros partai Islam, akan diadu domba dengan sesama partai Islam. Maka diarahkan PKS untuk mendukung Jokowi. Dukungan ini penting untuk memperlihatkan bahwa Jokowi yang didukung Amerika lewat tiga tangannya tadi mendapatkan legitimasi dari partai Islam yang ideologis, yaitu PKS.
Maka oponi pun diarahkan dengan berbagai argumentasi agar PKS merapat ke Jokowi. Bila jebakan ini berhasil menjerat PKS sehingga kemudian mendukung Jokowi dan tak berhasil membangun poros sendiri, maka hanya satu kata:wassalam. Satu benteng itu telah runtuh.

Sebagai penutup, dari semua uraian di atas, Jokowi sebetulnya tidak lebih hanyalah boneka bunraku. Boneka tersebut dimainkan dalam pertunjukkan sandiwara Jepang untuk menghibur kalangan bangsawan. Dan, bangsawan-bangsanwan yang terhibur dengan boneka bunraku bernama Jokowi bila kelak menjadi presiden adalah: fundamentalis Katolik [CSIS/Kasebul], fundamentalis Kristen [James Riyadi dkk] dan PSI [Goenawan Mohamad dkk]—yang ketiganya merupakan kaki tangan ndoro-ndoro di Amerika Serikat sana.

Pertanyaannya: apakah kita akan memilih boneka bunraku untuk memimpin 250 juta lebih penduduk Indonesia?***

2 tanggapan untuk “Pendukung Jokowi Katolik Fundamentalis? (Bagian 4 – selesai)”

  1. Aku tidak tahu soal politik…pertanyaanya apakah tulisan tersebut diatas benar2 adil tanpa suatu tendensi tertentu?…kenapa jadi agama yang jadi landasan kepentingan nafsu?…kenapa hanya bisa mencari kambing hitam oleh ketidakmampuanya sendiri?

    Suka

Silahkan berkomentar cerdas...